Kajian Shalawat Nariyah

“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk penghulu kami Muhammad, yang dengan beliau terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik, serta diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, dan semoga pula dilimpahkan untuk segenap keluarga, dan sahabat-nya sebanyak hitungan setiap yang Engkau ketahui.”


“Katakanlah, ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan siksaNya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (Al-lsra’: 56-57)

Para ahli tafsir mengatakan, ayat di atas turun sehubungan dengan sekelompok orang yang berdo’a dan meminta kepada Isa Al-Masih, malaikat dan hamba-hamba Allah yang shalih dan jenis makhluk jin.
Bagaimana mungkin Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan rela, jika dikatakan bahwa beliau kuasa menguraikan segala ikatan dan menghilangkan segala kesedihan. Padahal Al-Qur’an menyeru kepada beliau untuk memaklumkan,”Katakanlah, ‘Aku tidak kuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (Al-A’raaf: 188)

“Seorang laki-laki datang kepada Rasululllah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam lalu ia berkata kepada beliau, ‘Atas kehendak Allah dan kehendakmu.” Maka Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda, ‘Apakah engkau menjadikan aku sebagai sekutu (tandingan) bagi Allah? Katakanlah, “Hanya atas kehendak Allah semata.” (HR. Nasaa’i, dengan sanad shahih)

Di samping itu, di akhir lafazh shalawat nariyah tersebut, terdapat pembatasan dalam masalah ilmu-ilmu Allah. Ini adalah suatu kesalahan besar.
Seandainya kita membuang kata “Bihi” (dengan Muhammad), lalu kita ganti dengan kata “BiHaa” (dengan shalawat untuk Nabi), niscaya makna lafazh shalawat itu akan menjadi benar. Sehingga bacaannya akan menjadi seperti berikut ini:
“Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dengan keberkahan yang sempurna, dan limpahkanlah keselamatan dengan keselamatan yang sempurna untuk Muhammad, yang dengan shalawat itu diuraikan segala ikatan …”Hal itu dibenarkan, karena shalawat untuk Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Salam adalah ibadah, sehingga kita boleh ber-tawassul dengannya, agar dihilangkan segala kesedihan dan kesusahan.

Kenapa kita membaca shalawat-shalawat bid’ah yang merupakan perkataan manusia, kemudian kita meninggalkan shalawat lbrahimiyah yang merupakan ajaran AI-Ma’sum ?


Dalam kitab Khozinatul Asror halaman 179 dijelaskan, bahwa “Salah satu shalawat yang mustajab ialah Shalawat Tafrijiyah Qurthubiyah, yang disebut orang Maroko dengan Shalawat Nariyah, karena jika umat Islam mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak yang tidak disukai, maka mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, kemudian tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah.” Selain itu, imam Dainuri mengatakan bahwa : Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat Fardhu sebanyak 11 kali, serta digunakan sebagai wiridan maka rizekinya tidak akan putus, di samping itu, ia akan mendapatkan pangkat kedudukan dan tingkatan orang kaya.”


“Hanya bagi Allah-lah (hak mengabulkan) doa yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka.”

Demikianlah ayat-ayat yang sangat jelas, bahwasanya hanya Allah subhanahu Wata’ala lah yang berhak dan mampu melepaskan berbagai kesulitan dan mengabul kan permohonan, bukan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, sebab beliau shalallahu’alaihi wa sallam hanyalah manusia biasa yang diberi kelebihan oleh Allah subhanahu Wata’ala dibanding manusia lainnya.


Selain itu, di dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi dan Nasa’i, Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.”
Inilah dalil-dalil yang sangat kuat, yang menunjukan bahwa kita diperintahkan untuk bersholawat kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam, Akan tetapi hendaknya kitapun mengilmui bagaimana Cara ber-shalawat yang benar kepada Rasulullah, yakni harus sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya. Dan salah satu bentuk bacaan sholawat yang paling singkat adalah dengan mengucapkan “Shalallahu ‘Alaihi Wassalam”