Perang Tabuk dipimpin oleh Rasulullah saw. bersama 30,000 tentara kaum Muslim melawan emperium Romawi. Ketika itu, Nabi saw. berangkat dari Madinah di bulan Rajab 9 H. Suhu panas diperkirakan mencapi 40c, sangat panas. Madinah saat itu pun gagal panen, dan banyak tanaman rusak.
Sementara biaya yang dibutuhkan untuk peperangan ini sangat besar. Kaum Muslim berlomba menginfakkan hartanya, Tak ada seorang pun yang menahan hartanya, kecuali orang Munafik.
Saudara-saudara sekalian, orang-orang Munafik ini bukan hanya tidak mau ikut berperang, dan tidak mau berinfak, tetapi mereka juga terus-menerus menghembuskan “jiwa pengecut” di tengah-tengah kaum Muslim.
Saudara-saudara sekalian, lalu apa hasil jerih-payah kaum Muslim dalam Perang Tabuk? Tentara negara adidaya Romawi itu pun melarikan diri, tidak berani menghadapi Jaisy ‘Usyrah yang luar biasa itu. Jaisy ‘Usyrah ini pun meraih kemenangan tanpa perang.
Saudara-saudara sekalian, kondisi kita sekarang seperti Jaisy ‘Usyrah, saat negeri ini didera krisis, karena cengkraman Neo-Imperialisme dan Neo-Liberalisme, kondisi panas terik yang luar biasa, dan rintangan yang tidak ringan. Namun, saya melihat wajah-wajah Ja’far dan keluarganya yang begitu luar biasa, saat menggenggam erat Rayah, sembari berkata:
“Wahai alangkah indahnya surga, duhai dekatnya ia. Bagus dan dingin minumannya. Romawi adalah Romawi, adzab untuknya benar-benar dekat. Jika aku berjumpa dengannya, pasti aku akan menghancurkannya.”
Dia genggam erat Rayah itu hingga kedua legannya terpenggal. Pun tak membuat nyalinya surut, hingga direngkuh dengan sisa-sisa lengannya sampai akhirnya tubuhnya pun tumbang oleh senjata lawan.
Iya, kita hanyalah setetes mani tak ada harganya. Kemudian Allah memuliakan kita dengan syariah-Nya. Surga pun terbentang untuk kita di sana.
Saudara-saudara sekalian, ketuklah pintu-pintu surga itu dengan sekuat-kuatnya, dengan perjuangan kalian, menegakkan syariah dan Khilafah. Itulah perjuangan yang bisa membuka pintu-pintu surga Allah