akhlak mulia

Menjadi seorang muslim sejatinnya haruslah memiliki hubungan yang baik secara vertikal kepada Allah SWT yang terwujud dalam akidah dan ibadahnya yang lurus dan baik, sekaligus juga memiliki hubungan yang baik secara horisontal dengan sesama manusia yang tercermin dalam akhlaknya yang mulia.

Ibn al-Qayyim berkata, “Penggabungan takwa dengan akhlak mulia karena takwa menunjukkan baiknya hubungan seseorang dengan Tuhannya, sementara akhlak mulia menunjukkan baiknya hubungan dirinya dengan orang lain.” (Muhammad ‘Alan, Dalil al-Falihin, III/68).

Oleh karena itu akhlak mulia ialah salah satu tanda kesempurnaan keimanan dan ketakwaan seorang muslim, dan tentu tidak dikatakan sempurna keimanan dan ketakwaan seorang muslim jika ia tidak memiliki akhlak mulia.

Rasulullah SAW bersabda :
“Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya,”(HR Imam al-Bukhari dan Imam muslim)

Baginda Rasulullah SAW pun menyebut muslim yang berakhlak mulia sebagai manusia terbaik. Beliau bersabda, “Sesungguhnya yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR al-Bukhari dan muslim).

Bahkan kedudukan orang yang berakhlak mulia pada Hari kiamat akan dekat dengan majelis Baginda Rasulullah saw, sebagaimana sabda Rasulullah saw. :
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat kedudukannya dengan majelisku pada Hari kiamat nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR at-Tirmidzi).

Lalu apa yang dimaksud dengan akhlak mulia atau husn al-khulq?
Di dalam tafsirnya, Abdullah ibn al-Mubarak, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi, menyebut husn al-khulq sebagai: selalu bermuka manis; biasa melakukan kebajikan, di antaranya dengan biasa memberikan nasihat kepada orang lain dengan kata-kata yang baik, ringan tangan (mudah membantu orang lain), dll; serta sanggup menahan diri dari sikap menyakiti orang lain baik lewat ucapan maupun tindakan.